KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DALAM KERANGKA
91 Slides9.57 MB
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DALAM KERANGKA IMPLIKASI PENERAPAN UU NO.3 / 2014 pada acara: Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Program Pengembangan Industri Agro Tahun 2014 Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal Lombok, 6 Maret 2014
TOPIK BAHASAN 2
3
A TAHAPAN PEMBANGUNAN DALAM RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL (RPJPN) 2005-2025 RKP RKP RKP RKP RKP 2005 2006 2007 2008 2009 RKP RKP RKP RKP RKP 2010 2011 2012 2013 2014 RKP RKP RKP RKP RKP 2015 2016 2017 2018 2019 RKP RKP RKP RKP RKP 2020 2021 2022 2023 2024 4
BIDANG-BIDANG PEMBANGUNAN DALAM RPJPN 2005-2015 B BIDANG PEMBANGUNAN DALAM RPJPN 2005-2015 1 4 7 2 5 8 3 6 9 TEMA PRIORITAS RKP TAHUN 2015 5
RPJPN: Arah Pembangunan Ekonomi - 2025 Transformasi Perekonomian Arah utamanya adalah mengembangkan perekonomian domestik yang kuat, berorientasi dan berdaya saing global Transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif menjadi perekonomian berkeunggulan kompetitif. Dengan prinsip dasar: – Mengelola peningkatan produktivitas nasional melalui inovasi dan penguasaan iptek. – Mengelola kelembagaan ekonomi yang melaksanakan praktek terbaik dan kepemerintahan yang baik secara berkelanjutan. – Mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan 6 6
RPJPN: Arah Pembangunan Ekonomi - 2025 Struktur Perekonomian Sektor industri sebagai motor penggerak. Didukung oleh pertanian, kelautan, pertambangan, serta jasa-jasa pelayanan. Menerapkan praktik-praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh. Pengembangan iptek diarahkan untuk mendukung daya saing nasional. Kebijakan pasar kerja diarahkan untuk terciptanya pasar kerja yang fleksibel, hubungan industrial yang harmonis, keselamatan kerja yang memadai, penyelesaian industrial yang memuaskan. 7 7
RPJPN: Arah Pembangunan Ekonomi - 2025 Pembangunan Industri Manufaktur Diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan, yaitu: – Dalam hal penguasaan usaha, struktur industri disehatkan dengan meniadakan praktek-praktek monopoli dan berbagai distorsi pasar; – Dalam hal skala usaha, struktur industri akan dikuatkan dengan menjadikan IKM sebagai basis industri nasional yaitu terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri berskala besar; – Dalam hal hulu-hilir, struktur industri akan diperdalam dengan mendorong diversifikasi ke hulu dan ke hilir membentuk rumpun industri yang sehat dan kuat. 8 8
TANTANGAN PEMBANGUNAN INDUSTRI 9
INDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL Share industri dalam PDB menurun 29,1 persen pada tahun 2001 menjadi 23,1 persen pada kuartal-3 Tahun 2013. Sejak 2005 sektor industri pengolahan tumbuh lebih lambat dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto, namun untuk sektor industri non migas, sejak tahun 2011 pertumbuhannya lebih tinggi dari PDB. 10
POSTUR POPULASI INDUSTRI - 2011 SCALE ESTABLISHMENT Account only 2% Micro (Labor 5) Small (5 Labor 20) Medium (20 Labor 100) Large (Labor 100) 2,554,787 424,284 16,295 7,075 Micro and small manufacturing industries account almost 99% However, their contribution to industrial value added is only 8%. Micro and small industries are very important as the seed to become larger industries. Entrepreneur of Micro and Small Industries have higher eduction degree (Diploma – S1, S2, and S3) account only 2% of the total. This figure indicate capacity of micro and small industries to absorb external knowledge as well as to apply it, is very limited. 11
PERKEMBANGAN POPULASI INDUSTRI BESAR SEDANG Sejak tahun 2006, jumlah industri besar dan sedang mengalami penurunan Sementara kapasitas yang terpakai sudah mencapai 79% SEHINGGA TANTANGANNYA ADALAH MENAMBAH POPULASI INDUSTRI SECARA BESAR-BESARAN 12
Ribu Ton EKSPOR DIDOMINASI KOMODITI BERNILAI TAMBAH RENDAH IMPOR Juta Ton SITC 232 Natural Rubber SITC 233 Synthetic Rubber Milliar USD Juta Ton Produksi Domestik SITC 62 Rubber Products EKSPOR 13
EKSPOR BERNILAI TAMBAH RENDAH IMPOR BERNILAI TAMBAH TINGGI IMPOR (dalam Ribu Ton) M Million T Ton SITC 28731 Al Ore SITC 28732 Alumina Smelting SITC 6842 Al & Al Alloy Worked Extrusion Rolling Casting SITC 69X Other Mfg Prod of Al Fabricating Juta Ton Refining SITC 6841 Al & Al Alloy Unwrought EKSPOR 2011 14
PRODUKTIVITAS RENDAH: Nilai Tambah Per Tenaga Kerja - Tahun 2011 579 Perusahaan: atau hanya 2,5 % 39,1 % 500 juta – 1 Milyar 100 juta – 500 juta 9.136 Perusahaan: atau 39,1 % di bawah 100 juta 12.566 Perusahaan: atau 53,8 % 15 15
INDUSTRI: ARAH KEBIJAKAN Akselerasi Pertumbuhan Industri 16
KORIDOR EKONOMI Pembangunan Infrastruktur Utama Koridor Ekonomi Perlu Terus Dilaksanakan "Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional" ''Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional'' KORIDOR PAPUA – KEP. MALUKU KORIDOR SULAWESI KORIDOR SUMATERA "Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional" KORIDOR KALIMANTAN KORIDOR JAWA KORIDOR BALI - NUSA TENGGARA "Pendorong Industri dan Jasa Nasional" “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi dan Pertambangan Nasional” ''Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional'' Slide 17 17
LIMA ELEMEN UTAMA KORIDOR EKONOMI Pembangunan Koridor Ekonomi: Pengembangan kegiatan ekonomi utama di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi disertai penguatan konektivitas antar pusat-pusat ekonomi dan lokasi kegiatan ekonomi utama serta fasilitas pendukungnya 18
Sasaran Pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) KAPET/ KSCT KEK KPBPB/ FTZ Diarahkan untuk meningkatkan kemampuan suatu wilayah dalam mengembangkan daya saing produk unggulan sesuai dengan kompetensi sumber daya lokal dan diharapkan dapat berperan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah-wilayah yang kesenjangannya masih tinggi Pemerataan Pertumbuhan Diarahkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu yang ditujukan untuk melipatgandakan pertumbuhan ekonomi nasional, serta memberikan dampak yang besar pada peningkatan lapangan kerja dalam negeri Pertumbuhan Tinggi Diarahkan untuk memperluas dan memodernisasikan perekonomian melalui pengembangan industri manufaktur dan industri logistik sebagai respon terhadap pertumbuhan perdagangan dunia yang cepat dan peningkatan efisiensi pemanfaatan transportasi terutama kepelabuhanan baik laut maupun udara Pertumbuhan Tinggi 19 19
LANDASAN HUKUM 1. Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas (FTZ) yang berfungsi sebagai tempat untuk a.l.: kegiatan manufaktur, rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, pengepakan, dan pengepakan ulang atas barang dan bahan baku dari dalam dan luar negeri, pelayanan perbaikan atau rekondisi permesinan, dan peningkatan mutu, UU 44 / 2007 – Perpu1/200 Pasal 9. 2. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. UU no. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus 3. Kawasan Berikat (KB): adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor PP 32 Tahun 2009 Tentang Penimbunan Berikat 4. Kawasan Industri (KI): adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang ikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri PP 24 Tahun 2008 Tentang Kawasan Industri. 20
INSENTIF FISKAL REGULASI INSENTIF 1. KAWASAN BERIKAT PMK 143 tahun 2011 tentang Gudang Berikat PMK No. 147 tahun 2011 tentang Kawasan Berikat PMK. 255 tahun 2011 tentang Perubahan Pertama Atas PMK No. 147 tahun 2011 PPMK 44 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 147 tahun 2011 1. Penangguhan Bea Masuk 2. Pengecualiaan atas: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 3. Pembebasan Cukai 4. Tidak berlaku bagi barang untuk dikonsumsi di KawasanBerikat, 2. KAWASAN INDUSTRI Kawasan Industri yang juga sebagai Kawasan Berikat mendapat fasilitas yang sama Pasal 4 PMK 147 Tahun tahun 2011 tentang Kawassan Berikat. 3. KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) UU no. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Bab VI: Pasal 30 s/d Pasal 47 1. 2. 3. 4. 5. Fasilitas PPh Keringanan PBB Bebas Bea dan Cukai untuk barang impor Insentif Pajak dan Retribusi Daerah Kemudahan pertanahan, perizinan, Keimigrasian dan Investasi 21
RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI IV. PENINGKATAN PERAN IKM 7 Utamanya Utamanya untuk untuk mendukung mendukung penguatan penguatan struktur struktur industri industri dengan dengan memperbesar memperbesar keterkaitan keterkaitan antara antara industri industri besar besar dan dan IKM. IKM. LOKASI LOKASI DI DI SELURUH SELURUH INDONESIA. INDONESIA. 4 6 6 15 8 7 4 3 8 4 7 2 6 1 9 5 2 10 1 3 7 9 3 15 3 16 I. I. INDUSTRI INDUSTRI BERBASIS BERBASIS HASIL HASIL TAMBANG TAMBANG 1. 1. 2. 2. 3. 3. 4. 4. 5. 5. Industri Industri Batubara Batubara di di Muara Muara Enim Enim Sumsel Sumsel dan dan Palangkaraya Palangkaraya Kalteng Kalteng Industri Industri Berbasis Berbasis Migas Migas di di Bontang Bontang Kaltim, Kaltim, Bintuni Bintuni –– Papua Papua Barat, Barat, Industri Industri Bijih Bijih Besi Besi di di Batu Batu Licin Licin dan dan Kulon Kulon Progo Progo dan dan Nikle Nikle di di Halmahera Halmahera dan dan Sulteng Sulteng Industri Industri Alumunium Alumunium di di KualaTanjung KualaTanjung Sumut Sumut ,, Alumina Alumina di di Kalbar Kalbar dan dan Riau Riau Kepulauan Kepulauan Industri Industri Semen Semen di di Sorong Sorong Papua Papua Barat Barat II. INDUSTRI BERBASIS HASIL PERTANIAN 6. 6. Industri Industri Pengolahan Pengolahan CPO CPO KEK KEK Sei Sei Mangke Mangke Sumut, Sumut, Dumai Dumai Riau Riau dan dan Maloy Maloy Kaltim Kaltim 7. 7. Industri Industri Hilir Hilir Produk Produk Karet Karet Jambi, Jambi, Sumut, Sumut, Sumsel, Sumsel, dan dan Kalimantan Kalimantan Barat Barat 8. 8. Industri Industri Bubur Bubur Kayu Kayu (Pulp) (Pulp) dan dan Kertas Kertas di di Sumatera Sumatera dan dan Kaltim Kaltim 9. 9. Industri Industri Pengolahan Pengolahan Rotan Rotan di di Palu Palu dan dan Cirebon Cirebon 10. 10. Industri Industri Kakao Kakao di di Sulawesi Sulawesi Barat Barat III. III. INDUSTRI INDUSTRI BERBASIS BERBASIS SDM SDM & & PASAR PASAR DOMESTIK DOMESTIK (Umumnya di P. Jawa) 11. 11. Industri Industri Tekstil Tekstil dan dan Pakaian Pakaian Jadi Jadi dan dan Alas Alas Kaki Kaki 12. Industri Mesin dan Peralatan 12. Industri Mesin dan Peralatan 13. 13. Industri Industri Komponen Komponen Elektronika Elektronika dan dan Telematika Telematika 14. Industri Alat transportasi Darat dan 14. Industri Alat transportasi Darat dan komponennya komponennya 15. 15. Industri Industri Galangan Galangan Kapal Kapal di di Lamongan Lamongan dan dan Bintan Bintan 16. Industri Garam di Nusa Tenggara Timur 16. Industri Garam di Nusa Tenggara Timur 17. 17. Industri Industri Furniture Furniture 22
RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI BERBASIS AGRO No. Kawasan Industri Lokasi Kabupaten Provinsi Luas Komoditi Utama 1 Sei Mangkei Simalungun Sumatera Utara 2.002,0 Ha Minyak Sawit (CPO) 2 Kuala Tanjung Batubara Sumatera Utara 2.000,0 Ha Industri Hilir Aluminium 3 Dumai Medang Kampai Riau Palu Palu utara Sulawesi Tengah Gowa Gowa Sulawesi Selatan Takalar Takalar Sulawesi Selatan 1.000,0 Ha Biodesel berbasis CPO 1.500 Ha Kakao, Kelapa, Rotan dan Rumput Laut 115,7 Ha-Tahap I-A Pengolahan Hasil 89,6 Ha Tahap I-B Perkebunan 717,7 Ha Tahap I-C 514,1 Tahap II 5.000 Ha Agro, Minyak dan Petrokimia 23
POPULASI USAHA INDUSTRI INDUSTRI SKALA BESAR DAN SEDANG Jumlah ijin usaha PMDN dan PMA selama 2004-2009 adalah 2.768 PMA dan 693 PMDN Selama 2010-2013 dicapai total 9.055 ijin usaha 6.997 PMA dan 2.058 PMDN PERLU TAMBAHAN DARI 2011 – 2019 ADALAH 12.277 INDUSTRI 24
PENUMBUHAN POPULASI INDUSTRI 25
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS 3 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCIPTA NILAI TAMBAH Bahan Baku / Komponen Proses Produksi Barang Jadi / Setengah Jadi MEMBANGUN INDUSTRI DGN KANDUNGAN TEKNOLOGI YG LEBIH TINGGI 2 FAKTOR INPUT (Tenaga Kerja, Kapital) 1 Scrap / Waste MENINGKATKAN EFISIENSI TEKNIS DENGAN: 1.Revitalisasi permesinan industri 2.Peningkatan keterampilan tenaga kerja 3.Optimalisasi economic of scope aglomerasi klaster industri 26
EFISIENSI TEKNIKAL PEMERINTAH DITUNTUT BERPERAN AKTIF 27
INDUSTRI MENURUT KANDUNGAN TEKNOLOGI Statistik Industri Tahun 2010 NO KANDUNGAN TEKNOLOGI PERUSAHAAN (UNIT) TENAGA KERJA (ORANG) NILAI TAMBAH (RP. MILYAR) 1 Low Technology 16.207 3.031.553 401.994 2 Medium Low Technology 4.629 777.053 149.664 3 Medium High Technology 1.952 497.905 277.971 4 High Technology 557 194.634 61.551 23.345 4.501.145 891.090 JUMLAH PROGRAM KERJA 1. Mendorong tumbuhnya industri berteknologi tinggi Optimalisasi Pelaksanaan Perpres 28 / 2008 2. Mendorong Kewirausahaan Berbasis Teknologi Perguruan Tinggi 28
RANTAI PENCIPTAAN NILAI TAMBAH NILAI PRODUK YANG DITETAPKAN PADA SETIAP MATA RANTAI Design and NPD Manufacturing Marketing and Sales Disposal and Recycling 70 % 20% 10% Not Significant HAMPIR SEMUA INDUSTRI NASIONAL 1. Memaksimalkan penguasaan teknologi produksi, sehingga kesempatan 20% untuk menentukan nilai barang dapat secara optimal dimanfaatkan. 2. Mendorong industri nasional melakukan pengembangan produk baru (New Product Development, NPD) Pembangunan pusat-pusat disain produk Inovasi / adopsi teknologi untuk mendukung pengembangan produk baru 29
30
A SKEMA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Instrumen Pendukung Perizinan Penanaman Modal Bidang Industri Fasilitas Industri Pembangunan Sumber Daya Industri Pembangunan SDM Pemanfaatan SDA Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi Penyediaan Sumber Pembiayaan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Bidang Perindustrian Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Kebijakan Industri Nasional Rencana Kerja Pembangunan Industri Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri Standardisasi Industri Infrastruktur Industri Sistem Informasi Industri Nasional Perwilayahan Industri Pemberdayaan Industri IKM Industri Hijau Industri Strategis P3DN Kerja Sama Internasional di Bidang Industri Instrumen Pendukung Komite Industri Nasional Peran Serta Masyarakat Pengawasan dan Pengendalian, Sanksi Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan Industri Tindakan Pengamanan Industri Tindakan Penyelamatan Industri 31
B KETENTUAN POKOK YANG DIATUR DALAM UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Perindustrian (Pasal 5-7) Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional ( III) Kebijakan Industri Nasional ( IV) Industri Strategis (Pasal 84) Pemanfaatan Sumber Daya Alam (Pasal 84) Pembangunan Sumber Daya Manusia (Pasal 16-29) Infrastruktur Industri (Pasal 62) Standardisasi Industri (Pasal 50-61) Tindakan Pengamanan Industri (Pasal 96-99) Fasilitas Industri (Pasal 110-111) 32
C AMANAT PERATURAN PERUNDANGAN DALAM UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN 33
34
35
36
A RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL (RIPIN) UU 17 TAHUN 2007 UU 3 TAHUN 2014 TTG PERINDUSTRIAN PP RIPIN RPJPN Arah Pembangunan Industri: Industri yang berdaya saing Keterkaitan dengan pengembangan IKM Struktur Industri yang sehat dan berkeadilan Mendorong perkembangan ekonomi di luar Pulau Jawa 20 Thn PERPRES PERPRES KIN RPJMN 5 Thn PERPRES RKP RENJA PEMBANGUNAN INDUSTRI PERMEN 1 Thn RIPIN paling sedikit memper hatikan: a.potensi sumber daya Industri; b.budaya Industri dan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat; c.potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah; d.perkembangan Industri dan bisnis baik nasional maupun internasional; e.perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional; f.Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota RIPIN paling sedikit meliputi: a.visi, misi, dan strategi pembangunan Industri; b.sasaran dan tahapan capaian pembangunan Industri; c.bangun Industri nasional; d.pembangunan sumber daya Industri; e.pembangunan sarana dan prasarana Industri; f.pemberdayaan Industri; dan g.perwilayahan Industri. RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI PROPINSI PERDA RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KAB/KOTA KIN paling sedikit meliputi: a.sasaran pembangunan Industri; b.fokus pengembangan Industri; c.tahapan capaian pembangunan Industri; d.pengembangan sumber daya Industri; e.pengembangan sarana dan prasarana; f.pengembangan perwilayahan Industri; g.fasilitasi dan kemudahan. 37
1. VISI, MISI, DAN STRATEGI PEMBANGUNAN INDUSTRI Visi Pembangunan Industri Nasional Misi Pembangunan Industri Nasional Menjadi Negara Industri Tangguh yang bercirikan: 1.Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat dan berkeadilan 2.Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global 3.Industri yang berbasis inovasi dan teknologi 1. Meningkatkan daya saing internasional; 2. Memperkuat, memperdalam, dan menyehatkan struktur industri; 3. Memenuhi kebutuhan dalam negeri dan substitusi impor; 4. Meningkatkan nilai tambah di dalam negeri melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan; 5. Membangun iklim usaha industri yang kondusif; 6. Mempercepat pengembangan wilayah dan memperkokoh konektivitas ekonomi nasional. 7. Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyerapan tenaga kerja; 8. Meningkatkan kemampuan riset untuk pengembangan dan inovasi serta mendorong aplikasi teknologi; 9. Menciptakan wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya masyarakat serta menjaga keutuhan NKRI. Strategi Pembangunan Industri Nasional 1. Meningkatkan nilai tambah sumber daya alam sepanjang rantai nilai yang berkelanjutan di dalam negeri 2. Memperkuat struktur industri nasional 3. Mengembangkan dan mengadopsi teknologi industri, inovasi dan kreativitas 4. Memperkokoh faktor – faktor pendukung sektor industri 5. Menumbuhkan Industri di seluruh wilayah Indonesia 6. Memperkuat kemampuan dan peran Industri Kecil dan Menengah 7. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) 38
2. SASARAN DAN TAHAPAN CAPAIAN PEMBANGUNAN INDUSTRI Sasaran Jangka Panjang Sasaran Jangka Menengah 1. Industri manufaktur telah mencapai taraf industri kelas dunia, yang didukung oleh sumber daya produktif, daya kreatif serta kemampuan kompetensi inti industri daerah; 2. Seimbangnya sumbangan IKM terhadap PDB dibandingkan sumbangan industri besar; 3. Kuatnya jaringan kerjasama (networking) antara IKM dan industri besar, serta industri di dunia 1. Tersedianya bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi dan komponen yang diproduksi di dalam negeri. 2. Semakin kuatnya keterkaitan antara sektor industri dengan sektor ekonomi lainnya. 3. Semakin kokohnya struktur industri di dalam negeri. 4. Semakin beragamnya jenis produk industri yang diekspor. 5. Semakin menyebarnya industri keluar Pulau Jawa. 6. Semakin meningkatnya kontribusi industri kecil dan menengah terhadap PDB sektor industri 7. Meningkatnya kemampuan sektor industri untuk menyediakan lapangan kerja baru 39
3. BANGUN INDUSTRI NASIONAL VISI & MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL Industri Andalan Industri Pangan Industri Farmasi dan Kosmetik Industri Tekstil dan Alas Kaki & household Industri Alat Transportasi Industri Elektronika & Telematika Industri Pembangkit Energi Industri Pendukung Industri Barang Modal Industri Komponen Industri Bahan Penolong & Aksesoris Industri Hulu Industri Hulu Agro Industri Hulu Mineral Tambang Industri Hulu Migas dan Batubara Modal Dasar Sumber Daya Alam Sumber Daya Manusia Teknologi, Inovasi & Kreativitas Prasyarat Infrastruktur Kebijakan & Regulasi Pembiayaan 40
INDUSTRI ANDALAN Definisi : industri prioritas yang akan berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian di masa yang akan datang. Industri-industri tersebut tidak hanya mengandalkan sumber daya alam sebagai keunggulan komparatif tetapi lebih banyak menggunakan sumber daya manusia berpengetahuan dan terampil, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai keunggulan kompetitif. Industri Andalan Tahun 2015 - 2035 : 1. Industri Pangan 2. Industri Farmasi dan Kosmetik 3. Industri Tekstil, Alas Kaki dan Household 4. Industri Alat Transportasi 5. Industri Elektronika & Telematika 6. Industri Pembangkit Energi 41
INDUSTRI ANDALAN Industri Farmasi dan Kosmetik Industri Pangan 1. 2. 3. 4. Industri pengolahan ikan Industri pengolahan susu Industri pengolahan minyak nabati Industri pengolahan buah-buahan dan sayuran 5. Industri Minuman. 6. Industri tepung. 7. Industri gula berbasis tebu. 8. Industri Bahan Penyegar, meliputi Industri Pengolahan Kakao, dan Industri Pengolahan Kopi 9. Industri pakan. 10. Industri Oleofood, Oleokimia dan Kemurgi 11. Industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan, meliputi : Industri pengolahan kayu, Industri pengolahan rotan, Industri furnitur, Industri pulp dan kertas, Produk-produk obat-obatan dan kosmetik. 1. 2. 3. 4. 5. Industri Tekstil, Alas Kaki dan household Serat sintetis Industri benang dan kain, Produk tekstil/garmen, produk alas kaki, serta produk plastik dan karet untuk keperluan rumah tangga Industri Elektronika dan Telematika 1. Alat elektronika rumah tangga dan perkantoran; 2. Alat transmisi telekomunikasi darat; 3. Alat receiver telekomunikasi; 4. Konten telematika; Industri Alat Transportasi 1. Industri Kendaraan bermotor roda 2, 2. Industri Kendaraan bermotor roda 4, 3. kapal nelayan, 4. kereta api, 5. roket peluncur Industri Pembangkit Energi 1. industri Pembangkit Listrik Sel Surya, 2. Industri Biodiesel, 3. Industri Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, 4. Industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap/Batubara, serta 5. Industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap/Gas 42
INDUSTRI PENDUKUNG Definisi : Industri yang akan berperan sebagai faktor pemungkin bagi pengembangan industri andalan secara integratif dan komprehensif. Industri barang modal Industri komponen 1. Mesin perkakas untuk pengerjaan logam; 2. Mesin Tekstil; 3. Mesin untuk pengerjaan pangan, kosmetika, dan farmasi; 4. Mesin-mesin untuk pertambangan, penggalian dan konstruksi; 5. Alat material handling (pengangkat dan pemindah); 6. Perangkat pembantu (jig, fixture, mould, dies & tools); 1. Komponen untuk otomasi (mekatronika), 2. Komponen elektronika; 3. Komponen mikro elektronika; 4. Komponen solar cell 5. Komponen dan perlengkapan KBM roda 2 dan roda 4; 6. Komponen Kapal, dan 7. Komponen pesawat 1. 2. 3. 4. 5. Industri bahan penolong dan aksesories Packaging (basis karton). Zat Additive. Dye stuff. Packaging (basis plastik). katalis. 43
INDUSTRI HULU Definisi : industri dasar yang menghasilkan bahan baku yang digunakan untuk kegiatan industri lainnya baik industri andalan maupun industri pendukung. Industri hulu agro 1. industri tepung dan 2. industri pulp dan kertas; Industri hulu mineral tambang 1. Industri Pengolahan dan Pemurnian Besi Baja dasar 2. Industri Pengolahan dan Pemurnian Bukan Besi 3. Industri Pembentukan Logam (Metal Forming) 4. Industri Logam untuk industri strategis Industri hulu migas dan batubara 1. Industri Petrokimia Hulu , 2. Industri Kimia Organik , 3. Industri Resin Sintetik dan Bahan Plastik , 4. Industri Karet Sintetik, dan 5. Industri Serat Tekstil. 44
MODAL DASAR DAN PRASYARAT Pembangunan industri prioritas memanfaatkan modal dasar yang dimiliki oleh Indonesia berupa: 1. Sumber daya alam yang diolah dan dimanfaatkan secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan 2. Sumber daya manusia yang memiliki kompetensi kerja di bidang Industri 3. Pengembangan, penguasaan, dan pemanfaatan Teknologi Industri, kreativitas serta inovasi Pembangunan industri prioritas prasyarat yang meliputi : perlu didukung oleh 1. Penyediaan infrastruktur industri di dalam dan/atau di luar kawasan peruntukan Industri, 2. Penetapan kebijakan dan regulasi yang mendukung iklim usaha yang kondusif bagi sektor industri 3. Penyediaan alokasi dan kemudahan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan Industri nasional 45
PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS 1. Kelompok industri prioritas Berbasis Mineral Hasil Tambang No Jenis Produk Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) 2015-2020 2035 1 Industri Pengolahan dan Pemurnian Besi Baja dasar Iron ore pellet dari bijih/pasir besi dalam negeri, besi Besi spons, pig iron, baja paduan rendah (low alloy steel), spons, pig iron, slab, billet, bloom, long product (baja baja paduan tinggi (high alloy steel), seperti baja tahan aus, polos, ulir, baja profil) dan flat product (baja lembaran) baja tahan panas dan baja tahan korosi dan baja paduan rendah (low alloy steel) 2 Industri Pengolahan dan Pemurnian Bukan Besi 3 Industri Hilir Pengolahan Logam 1. Aluminium: alumina, aluminium alloy berbentuk ingot/ billet/ slab untuk diolah menjadi peralatan rumah tangga, pengepakan, komponen, kabel listrik dan produk ekstrusi untuk struktural 2. Nikel: Nikel Pig Iron, ferronikel, nikel matte, stainless steel 3. Tembaga: katoda tembaga, tembaga untuk transmisi daya dan transportasi 1. Produk pengecoran (casting) besi/baja dan paduannya 2. Produk pengecoran (casting) logam bukan besi/baja dan paduannya: logam berbasis aluminium, tembaga, dan nikel 3. Produk ekstrusi (extrusion) besi baja dan bukan besi baja serta paduannya: produk penempaan (forging), produk penarikan (wire drawing), produk penggilingan (rolling) 1. Aluminium: aluminium alloy berbentuk ingot/billet/slab untuk diolah menjadi peralatan rumah tangga, pengepakan, komponen, kabel listrik dan produk ekstrusi untuk struktural 2. Nikel: nikel murni, stainless steel (baja tahan karat) serta heat resitant steel (baja tahan panas) 3. Tembaga: produk tembaga untuk industri minyak & gas, transmisi daya, transportasi, dan pertahanan. 1. Produk pengecoran (casting) besi/baja dan paduannya 2. Produk pengecoran (casting) logam bukan besi/baja dan paduannya: logam berbasis aluminium, tembaga, dan nikel 3. Produk ekstrusi (extrusion) besi baja dan bukan besi baja serta paduannya: produk penempaan (forging), produk penarikan (wire drawing), produk penggilingan (rolling) 4. Produksi besi/baja dan bukan besi/baja untuk mendukung industri minyak dan gas, telekomunikasi, dan energi 4 Industri Logam untuk industri strategis Industri Pengolahan Logam Jarang (Rare Metal) dan PGM Bahan baku untuk industri perkapalan dan kereta api Bahan baku untuk industri perkapalan, kereta api, dirgantara dan hankam Au, Ag, Rh, Pd, Te, Ru, Re, As, Pt, Is, Ti, Zr, dan lain-lain 5 - 46
PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS 2. Kelompok industri prioritas Berbasis Migas dan Batubara No Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) 1 Industri Petrokimia Hulu 2 Industri Kimia Organik 3 Industri Pupuk 4 5 6 Industri Garam Industri Semen Industri Resin Sintetik Dan Bahan Plastik Industri Karet Sintetik Industri Serat Tekstil 7 8 9 Industri Kimia Penunjang Industri Unggulan 10 Industri Plastik, Pengolahan Karet dan barang dari karet 11 Industri Farmasi Dan ObatObatan Jenis Produk 2015-2020 2035 Etilena,Propilena,Butadiene, P-Xylena, Metanol, Ammonia, Benzena, Toluena, Asam formiat Kaprolaktam, semen, Kaolin, pasir silika Carbon black, Metil Metakrilat, Asam Tereftalat, Asam Asetat pupuk tunggal (basis nitrogen), pupuk tunggal (basis fosfat), pupuk tunggal (basis kalium), Pupuk Majemuk Garam industri dan garam konsumsi Semen LDPE, HDPE, PP, Nilon, PET, Akrilik Etilena,Propilena,Butadiene, P-Xylena, Metanol, Ammonia, Benzena, Toluena, Asam formiat (Peningkatan kapasitas dan kualitas) Kaprolaktam, semen, Kaolin, pasir silika Carbon black, Metil Metakrilat, Asam Tereftalat, Asam Asetat (Peningkatan kapasitas dan kualitas) Pupuk tunggal (basis fosfat), pupuk tunggal (basis kalium), Pupuk Majemuk (Peningkatan kapasitas) BR, SBR, IR, ABR Serat Nilon, serat poliester, Serat Akrilik dan rayon Propelan, Bahan peledak, Packaging (basis karton dan plastik), Zat Additive, zat pewarna tekstil (Dye stuff), katalis 1. Plastik : Barang-barang plastik, Produk plastik rumah tangga, 2. Pengolahan karet : Ban pnumatic, Ban luar dan ban dalam, Barang-barang karet engineering, dan barang dari karet untuk keperluan rumah tangga Produk Farmasi, Produk Kosmetik Garam industri dan garam konsumsi Semen LDPE, HDPE, PP, Nilon, PET, Akrilik (Peningkatan kapasitas dan pembangunan pabrik baru) BR, SBR, IR, ABR (Peningkatan kapasitas) Serat Nilon, serat poliester, Serat Akrilik (Peningkatan kapasitas dan kualitas serta pembangunan baru) Propelan, Bahan peledak, Packaging (basis karton dan plastik), Zat Additive, zat pewarna tekstil (Dye stuff), katalis Engineering Plastics,Engineering Rubber, Produk plastik dan karet untuk kesehatan, elektrik, elektronik dan permesinan, Produk plastik dan karet ‘advance material’ Produk Farmasi, Produk Kosmetik (Peningkatan kapasitas, kualitas dan keanekaragaman) 47
PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS 3. Kelompok industri prioritas berbasis agro No 1 Jenis Produk Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) Industri Pangan, meliputi: a)Industri pengolahan ikan b)Industri pengolahan susu, c)Industri pengolahan minyak nabati, d)Industri pengolahan buah-buahan dan sayuran, e)Industri Minuman f)Industri tepung g)Industri gula berbasis tebu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 2 3 2015-2020 Manisan buah & sayuran, Buah & sayuran dalam kaleng, sari buah & sayuran Minyak kasar (minyak makan) dari nabati (non sawit) dan hewani, VCO, kelapa parut kering, tepung/cairan santan. Ikan awet (beku, asap, kering), ikan olahan (fillet, bakso, surimi), aneka olahan ikan dan hasil laut Susu bubuk (formula, makanan bayi), susu cair (pasteurisasi, UHT dan kental, yogurt), keju, ice cream, confectionary, Minuman ringan, AMDK Pati ubi kayu, Pati lainnya, Gula pasir, Gula dan pemanis lainnya Industri Bahan Penyegar, meliputi: 1)Industri Pengolahan Kakao 2)Industri Pengolahan Kopi 1. Industri pakan Ransum pakan ternak/ ikan 2. Bubuk Coklat, Makanan dari coklat, Lemak coklat Minuman kopi dalam kemasan, kopi bubuk 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 2035 Manisan buah & sayuran, Buah & sayuran dalam kaleng, sari buah & sayuran, healthy foods Minyak makan, VCO, oleokimia (fatty acids, fatty alcohols), minyak ikan (cairan, konsentrat, tepung), dan pangan fungsional Ikan awet (beku, asap, kering), ikan olahan (fillet, bakso, surimi), aneka olahan ikan, dan pangan fungsional Susu bubuk (formula, makanan bayi), susu cair (pasteurisasi, UHT dan kental, yogurt), keju, ice cream, confectionary, pangan fungsional, Minuman ringan, AMDK, minuman kesehatan Pati ubi kayu, Pati lainnya, modified starch (dextrin, cyclodextrin), bioplastik, biofuel Gula pasir, Gula dan pemanis lainnya, bioetanol Bubuk Coklat, Makanan dari coklat, Lemak coklat, pangan fungsional, produk kosmetik Minuman kopi dalam kemasan, kopi bubuk, produk farmasi berbasis caffein Ransum pakan ternak/ ikan, 48
PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS 3. Kelompok industri prioritas berbasis agro (lanjutan) No Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) 4 Industri Oleofood, Oleokimia dan Kemurgi, meliputi: 1)Industri Oleofood 2)Industri Oleokimia 3)Industri Kemurgi 5 Industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan, meliputi : 1)Industri pengolahan kayu, rotan dan furniture 2)Industri pulp dan kertas Jenis Produk 2015-2020 1. Industri Oleofood (Minyak Goreng Kelapa Sawit, Pengemasan Sederhana Minyak Goreng, Margarine dan Shortening, specialty Fat dan Confectionary, Farmasi dan Vitamin a.l. Betacarotene/Vit A, Tocopherol/ Vit E, Tocotrienol, MCT/ Medium Chain Triglyceride 2. Industri Oleokimia (Fatty Acid, Fatty Alcohol, Fatty Nitrogene, Methyl Ester, Biolube, Bioplastic, Biosurfactant, dsb Glycerine based chemical) 3. Industri Kemurgi (Biodiesel dari minyak sawit/ FAME (Fatty Acid Methyl Ester), Bioethanol Anhidrat FGE (Fuel Grade Ethanol), Bioavtur (Bio jet fuel) dan POME (Palm Oil Mill Effluent) processing 1. 2. 3. 4. 2035 1. Industri Oleofood (Minyak Goreng Kelapa Sawit, Pengemasan Sederhana Minyak Goreng, Margarine dan Shortening, specialty Fat dan Confectionary, Farmasi dan Vitamin a.l. Betacarotene/Vit A, Tocopherol/ Vit E, Tocotrienol, MCT/ Medium Chain Triglyceride 2. Industri Oleokimia (Fatty Acid, Fatty Alcohol, Fatty Nitrogene, Methyl Ester, Biolube, Bioplastic, Biosurfactant, dsb Glycerine based chemical) 3. Industri Kemurgi (Biodiesel dari minyak sawit/ FAME (Fatty Acid Methyl Ester), Bioethanol Anhidrat FGE (Fuel Grade Ethanol), Bioavtur (Bio jet fuel) dan POME (Palm Oil Mill Effluent) processing Kayu lapis, Kerajinan, ukir-ukiran dari 1. kayu Kerajinan dari rotan 2. Furniture 3. Bubur kertas (pulp), dan barang kertas. Kayu lapis, Kerajinan ukir-ukiran dari kayu, energi biomassa; Furniture; Bubur kertas dan barang kertas, bioetanol, pemanis buatan (sweetener), nanocellulose derivatives, bio-based fiber & polymers (carbon fiber, vicous), new generation of biobased composit 49
PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS 4. Kelompok industri prioritas berbasis SDM dan Teknologi No 1 Jenis Produk Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) Industri Mesin – Permesinan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 2 3 Industri Tekstil dan Produk Tekstil Industri Alat Uji dan Kedokteran 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 2015-2020 Mesin perkakas untuk pengerjaan kayu; Mesin perkakas untuk pengerjaan logam; Mesin Tekstil; Mesin untuk pengerjaan pangan, kosmetika, dan farmasi; Mesin-mesin untuk pertambangan, penggalian dan konstruksi; Mesin injeksi plastik; Alat material handling (pengangkat dan pemindah); Perangkat pembantu (jig, fixture, mould, dies & tools); Komponen dan suku cadang penggerak mula; Komponen transmisi mekanik dan hidrolik; Komponen untuk otomasi (mekatronika). Serat sintetis; Benang dan kain; Produk tekstil/garmen (termasuk rajut); Produk tekstil khusus untuk rumah tangga, medikal, otomotif dan lain-lain Alat ukur mekanik; Alat ukur elektrik dan elektronik; Alat kedokteran; Alat kesehatan/olah raga; Kamera cinematografi, proyektor dan perlengkapannya 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 2035 Alat material handling cerdas (AGV, ASRS); Mesin perkakas logam presisi; Perangkat pembantu presisi tinggi (jig, fixture, mould, dies & tools); Komponen transmisi mekanik dan hidrolik presisi (mikro-nano); Komponen untuk otomasi presisi (mekatronika); Mesin Tekstil. Produk tekstil khusus (High Tech Textile), Serat sintetis; Produk tekstil/garmen. Alat ukur presisi; Alat laboratorium; Alat kedokteran; Alat kesehatan (termasuk untuk keperluan militer/darurat) 50
PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS 4. Kelompok industri prioritas berbasis SDM dan Teknologi No 4 Jenis Produk Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) Industri Alat Transportasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 2015-2020 Kendaraan bermotor roda 2; Kendaraan bermotor roda 4; Komponen dan perlengkapan KBM roda 2 dan roda 4; Kereta Api; Kapal nelayan; Kapal laut besar (long distance); Komponen kapal; Pesawat terbang; Komponen pesawat; Roket peluncur. 1. 2. 3. 4. 5. 2035 Kendaraan bermotor BBG, Hybrid, fuelcell; Kereta listrik; Kapal laut dan kapal selam; Pesawat terbang (termasuk untuk keperluan pertahanan) Roket peluncur 5 Industri Kulit dan Alas Kaki 1. 2. 3. 4. Produk kulit pakaian; Produk kulit accesories (tas dll); Alas kaki; Produk kulit kebutuhan khusus (otomotif dll). Produk kulit khusus (otomotif, industri) 6 Industri Alat Kelistrikan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Motor listrik; Turbin; Generator: Battery basah & kering; Transformator; Kabel konduktor (paduan tembaga). 1. 2. 3. 4. 5. Motor listrik daya besar efisien; Motor listrik mikro-nano; Solar cell; Green battery; Konduktor arus mikro (micro ampere). 7 Industri Elektronika dan Telematika 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. HP dan laptop Alat elektronika rumah tangga; Alat elektronika perkantoran; Alat transmisi telekomunikasi darat; Alat receiver telekomunikasi; Konten telematika; Komponen elektronika; Komponen mikro elektronika; Komponen solar cell 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Alat elektronika rumah tangga smart; Alat elektronika perkantoran smart; Alat transmisi telekomunikasi darat; Satelit; Alat receiver telekomunikasi smart; Konten telematika; Komponen elektronika Mikro dan Nano elektronika; Komponen & sistem solar cell terintegrasi; Alat elektronika pertahanan. 8. 9. 51
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No 1 Kelompok Jenis Industri Industri Pangan Jenis Produk 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Industri pengolahan ikan (Ikan awet (beku, asap, kering), ikan olahan (fillet, bakso, surimi), aneka olahan ikan dan hasil laut ) Industri pengolahan susu (Susu bubuk (formula, makanan bayi), susu cair (pasteurisasi, UHT dan kental, yogurt), keju, ice cream, confectionary, Industri pengolahan minyak nabati (Minyak kasar (minyak makan) dari nabati (non sawit) dan hewani, VCO, kelapa parut kering, tepung/cairan santan.) Industri pengolahan buahbuahan dan sayuran (Manisan buah & sayuran, Buah & sayuran dalam kaleng, sari buah & sayuran ) Industri Minuman (Minuman ringan, AMDK) Industri tepung (Pati ubi kayu, Pati lainnya) Industri gula berbasis tebu (Gula pasir, Gula dan pemanis lainnya) Rencana Aksi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui koordinasi dengan instansi terkait dan kemitraan serta integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir. Meningkatkan perbaikan proses pengolahan melalui penerapan CPPOB dan HACCP, serta bantuan mesin/peralatan pengolahan produk pangan; Meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk melalui sertifikasi Halal, SNI, serta peningkatan kemampuan dan kualifikasi laboratorium uji mutu; Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi proses dan rekayasa produk industri pangan melalui penelitian dan pengembangan yang terintegrasi Meningkatkan kerjasama industri internasional (teknologi dan investasi). Mengembangkan sentra industri pengolahan kelapa terpadu. Meningkatkan pemanfaatan tepung sebagai bahan baku produk makanan berbasis tepung non gandum. Mempercepat penyediaan lahan untuk ekstensifikasi lahan perkebunan tebu dan pembangunan PG baru. Promosi dan perluasan pasar produk industri pangan Kebijakan Operasional 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Penyediaan insentif fiskal (Tax Allowance) Pengenaan Bea Keluar dalam rangka penjaminan ketersediaan bahan baku. Pemberian insentif PPN Ditanggung Pemerintah untuk produk antara (intermediate goods) tepung non gandum produksi dalam negeri. Penggabungan pabrik gula yang berkapasitas kecil (tidak masuk skala keekonomian). Pengaturan tata niaga impor gula melalui pemberlakuan Importir Produsen, dan penetapan gula sebagai produk yang masuk kategori High Sensitive List (HSL) Pengaturan investasi PG Baru yang terintegrasi dengan perkebunan tebu Penjaminan resiko atas pemanfaatan teknologi industri Pemberlakuan HPP gula Menerapkan prinsip-prinsip industri hijau Meningkatkan kualitas dan kapasitas sistem logistik 52
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No 2 Kelompok Jenis Industri Industri Bahan Penyegar Jenis Produk 1. 2. Industri Pengolahan Kakao (Bubuk Coklat, Makanan dari coklat, Lemak coklat) Industri Pengolahan Kopi (Minuman kopi dalam kemasan, kopi bubuk) Rencana Aksi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui koordinasi dengan instansi terkait dan kemitraan serta integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir. Meningkatkan mutu biji kakao melalui fermentasi Meningkatkan perbaikan proses pengolahan melalui penerapan CPPOB dan HACCP, serta bantuan mesin/peralatan pengolahan produk pangan; Meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk melalui sertifikasi Halal, SNI, serta peningkatan kemampuan dan kualifikasi laboratorium uji mutu; Menyiapkan SDM yang berkompeten di bidang industri bahan penyegar (cupper, roaster, barista) Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi proses dan rekayasa produk industri bahan penyegar melalui penelitian dan pengembangan yang terintegrasi Meningkatkan kerjasama industri internasional (teknologi dan investasi). Promosi dan perluasan pasar produk industri kopi dan kakao di dalam dan luar negeri. Kebijakan Operasional 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pencabutan PP No 2/1996 dan Kepmenperindag No 11/1996 Penyediaan insentif fiskal (Tax Allowance) Pengenaan Bea Keluar untuk biji kakao dalam rangka penjaminan ketersediaan bahan baku. Penjaminan resiko atas pemanfaatan teknologi industri Meningkatkan kualitas dan kapasitas sistem logistik Pemberlakuan SNI wajib untuk produk kopi 53
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No 3 Kelompok Jenis Industri Industri pakan Jenis Produk Ransum pakan ternak/ ikan Rencana Aksi 1. 2. 3. 4. 5. Menjamin ketersediaan (kuantitas, kualitas dan kontinuitas) pasokan bahan baku industri pakan Meningkatkan mutu dan standard produk industri pakan Menerapkan SNI wajib ransum pakan ternak Meningkatkan kapasitas dan kualifikasi laboratorium pengujian dan standarisasi mutu produk Meningkatkan kegiatan R&D, promosi dan adopsi teknologi untuk peningkatan mutu produk Kebijakan Operasional 1. 2. 3. 4. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sistem logistik Melakukan sinergi dengan instansi terkait tentang kebutuhan dan penyediaan bahan baku industri, energi dan sumberdaya industri lainnya, termasuk ketersediaan lahan dan infrastruktur pendukungnya. Pengaturan tata niaga impor melalui pemberlakuan Importir Produsen dan Importir Terdaftar Penerapan prinsip-prinsip industri hijau 54
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No 4 Kelompok Jenis Industri Industri Oleofood, Oleokimia dan Kemurgi, Jenis Produk 1.Industri Oleofood (Minyak Goreng Kelapa Sawit, Pengemasan Sederhana Minyak Goreng, Margarine dan Shortening, specialty Fat dan Confectionary, Farmasi dan Vitamin a.l. Betacarotene/Vit A, Tocopherol/ Vit E, Tocotrienol, MCT/ Medium Chain Triglyceride 2.Industri Oleokimia (Fatty Acid, Fatty Alcohol, Fatty Nitrogene, Methyl Ester, Biolube, Bioplastic, Biosurfactant, dsb Glycerine based chemical) 3.Industri Kemurgi (Biodiesel dari minyak sawit/ FAME (Fatty Acid Methyl Ester), Bioethanol Anhidrat FGE (Fuel Grade Ethanol), Bioavtur (Bio jet fuel) dan POME (Palm Oil Mill Effluent) processing Rencana Aksi 1.Penjaminan ketersediaan (kuantitas, kualitas dan kontinuitas) pasokan bahan baku industri. 2.Meningkatkan kapasitas produksi industri oleofood (minyak goreng sawit, margarine, specialty fat dan confectionary), oleokimia, biodiesel dan bioethanol. 3.Memberikan bimbingan teknis pengemasan kepada IKM dalam rangka penerapan kebijakan wajib substitusi minyak goreng curah dengan minyak goreng kemasan sederhana. 4.Penyusunan dan penerapan SNI untuk bioavtur. 5.Meningkatkan produksi minyak goreng berSNI (terfortifikasi Vit. A) dalam kemasan bermerk dan/ atau kemasan sederhana 6.Koordinasi penanganan issue anti dumping dan anti negative campaign produk hilir minyak sawit di Fora Internasional. 7.Mengusulkan proposal kerjasama Riset Teknik Indonesia – Korea (IKCEPA) 8.Membangun fasilitas fisik tangki timbun curah cair CPO dan produk tutunannya di KIPI (Kawasan Industri & Pelabuhan Internasional) Maloy Kalimantan Timur. Kebijakan Operasional 1.Insentif fiskal (Tax Allowance, Tax holiday). 2.Pemberlakukan SNI Minyak Goreng Sawit secara Wajib (SNI 7709:2012) 3.Revisi PMK No 75/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tariff bea keluar, untuk menambahkan nomor HS dan deskripsi barang. 4.MoU Indonesia-Korea dan Indonesia-Uni Eropa tentang kerjasama riset teknik dan promosi investasi 5.Menetapkan Harga Patokan Ekspor (HPE) dan Harga Indeks Pasar (HIP) untuk produk biodiesel. 6.Promosi Investasi di dalam dan luar negeri. 7.Penerbitan Penjelasan dan Justifikasi Teknis untuk keperluan Fasilitas perpajakan. 55
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No Kelompok Jenis Industri Jenis Produk Rencana Aksi 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Kebijakan Operasional Fasilitasi dan koordinasi pembangunan IHKS Gelombang II (second wave) di provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Papua Meningkatkan kemampuan investasi industri biodiesel dan bioetanol yang lebih ramah lingkungan Melakukan pembinaan standarisasi produk biofuel (biodiesel, bioethanol, bioavtur). Menyusun kebijakan teknis terkait kewajiban penggunaan Biodiesel 20% (B-20) untuk sector transportasi, industri, dan pembangkit listrik. Advokasi tuduhan anti dumping Biodiesel dan issue EU Red di Uni Eropa serta advokasi issue NODA EPA di Amerika Serikat. Memfasilitasi penyelesaian masalah kepabeanan atas ekspor produk oleokimia dan turunannya. Meningkatkan kapastas produksi pengolahan POME (Palm Oil Mill Effluent) terintegrasi dengan Pabrik Kelapa Sawit untuk mengurangi emisi GRK (Gas Rumah Kaca) 56
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No 5 Kelompok Jenis Industri Industri 1. pengolahan hasil hutan dan perkebunan, Jenis Produk Rencana Aksi Industri pengolahan kayu, 1. rotan dan furniture (Kayu lapis, Kerajinan, ukirukiran dari kayu dan 2. rotan, Furniture kayu dan rotan) 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Melakukan pendampingan dan mentoring terhadap IKM dalam rangka mendapatkan sertifikat legalitas kayu (SVLK) Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui koordinasi dengan instansi terkait dan kemitraan serta integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir. Meningkatkan kemampuan SDM dalam penguasaan teknik produksi dan desain untuk meningkatkan daya saing dan kualitas produk Pembangunan pendidikan kejuruan dan vokasi bidang pengolahan kayu, rotan dan furniture. Penerapan teknologi pemanfaatan bahan baku alternatif dari (kayu sawit, kayu karet, dsb) Fasilitasi pusat desain furniture kayu di Jepara dan furniture rotan di Cirebon Meningkatkan promosi dan perluasan pasar guna mendorong tumbuhnya industri furniture rotan dalam negeri Penyusunan standar kompetensi kerja nasional (SKKNI) bidang industri furniture Memaksimalkan implementasi skema Sistem Resi Gudang (SRG) dalam rangka mengendalikan buffer-stock, harga jual serta kualitas. Kebijakan Operasional 1. 2. 3. 4. Kebijakan pelarangan ekspor rotan mentah dan rotan setengah jadi (Permendag No 35/2011) tetap dipertahankan Kebijakan pelarangan ekspor log kayu Kebijakan pemberlakuan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) terhitung 1 Januari 2015 (Permendag No 81/2013). Mempercepat sertifikasi legalitas kayu di sektor hulu (HPH/HTI/Hutan Rakyat dan Industri primer). 57
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No 5 Kelompok Jenis Industri Industri 2. pengolahan hasil hutan dan perkebunan, Jenis Produk Rencana Aksi Industri pulp dan kertas 1. (Bubur kertas (pulp), Kertas budaya, kertas 2. berharga, kertas tissue, kertas khusus, kertas bergelombang, papan 3. kertas, kertas lainnya) 4. 5. Pengembangan industri pulp dengan skala 1. besar dan terpadu dengan HTI 2. Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui optimalisasi penggunaan kertas bekas lokal. Mendorong penerapan industri hijau pada industri pulp dan kertas 3. Penyusunan dan revisi SNI produk pulp dan kertas serta pengkajian regulasi teknis bagi produk IPK yang menyangkut keselamatan, kesehatan dan keamanan konsumen. Pengembangan sumber energi alternative biomasa dengan memanfaatkan black liquor dan kulit kayu. Kebijakan Operasional Insentif fiskal (Tax Holiday) Pencabutan moratorium atau penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Pemberlakuan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) secara mandatori bagi produk industri pulp dan kertas secara wajib sejak 1 Januari 2013 sesuai Permendag No. 64/MDAG/PER/10/2012. 58
59
LATAR BELAKANG Dalam rangka penyusunan dokumen RPJM Nasional 2015-2019 maka diperlukan pengaturan dalam penyusunan alokasi anggaran (baseline) untuk setiap program dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama periode 2015 – 2019. Pengaturan tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas baseline yang disusun oleh K/L sehingga layak digunakan sebagai acuan dalam penetapan pagu. Untuk menjaga kualitas baseline diperlukan penyesuaian (review) baseline pada setiap tahun sebelum proses penyusunan RKP dilakukan. Pengaturan Review Baseline dilakukan secara komprehensif tidak hanya fokus pada belanja K/L. Namun perlu juga dilakukan untuk belanja Non K/L, Transfer ke Daerah, dan Pengeluaran Pembiayaan. 60
TUJUAN 1. Meningkatkan Kualitas Belanja Melalui Efektifitas dan Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga 2. Penajaman penganggaran berbasis kinerja melalui Perampingan terhadap output kegiatan (pemilahan jenis output) 3. Penyederhanaan proses perencanaan dan penganggaran melalui simplifikasi penghitungan dan pembahasannya. 61
BASELINE Dalam kaitannya dengan baseline, akan dilakukan 2 (dua) kegiatan: 1.Penyusunan Baseline RPJM Nasional Penyusunan Baseline RPJMN adalah proses penyusunan alokasi anggaran RPJMN untuk periode 5 (lima) tahun. Dilakukan pada tahun terakhir RPJMN berjalan; Dilakukan penghitungan secara detail sampai dengan level komponen; Data dasar penyusunan adalah data tahun 2014; Dihasilkan alokasi untuk periode 5 (lima) tahun (2015 – 2019). 2.Review (Penyesuaian) Baseline Tahunan Review Baseline adalah proses penyesuaian alokasi anggaran RPJMN yang dilakukan setiap tahun berjalan. Dilakukan pada tahun berjalan (mulai tahun 2016); Penyesuaian dilakukan pada tingkat output; Dasar penyesuaian (obyek) adalah tahun pertama dari forward estimate; Cara penyesuaian melalui parameter dan non-parameter. 62
PENYUSUNAN BASELINE RPJMN Penyusunan Baseline RPJM Nasional harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Penetapan kebijakan-kebijakan yang akan berhenti atau dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang, dengan indikator penyelesaian yang jelas. Prinsip penghitungan secara keseluruhan (full costing) sehingga pada saat implementasi kebijakan dapat memenuhi seluruh kebutuhan pendanaannya, yang meliputi identifikasi hal-hal berikut: i.Rentang waktu program atau kegiatan; ii.Output yang akan dihasilkan oleh kegiatan; iii.Komponen beserta volume dan satuan biayanya untuk tahun awal; iv.Kelompok biaya komponen yaitu Biaya Administrasi Keluaran (BAK) dan Biaya Langsung Keluaran (BLK); v.Penyesuaian parameter dan non parameter untuk satuan harga di tahuntahun berikutnya. 63
KERANGKA PENYUSUNAN BASELINE RPJM NASIONAL RKA KL 2014 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2014 TAHUN 2015 TAHUN 2016 TAHUN 2017 REVIEW HASIL REVIEW BASELINE Kebijakan RPJMN Periode Berikutnya Hasil Evaluasi Dasar Pertimbangan TAHUN 2015 TAHUN 2016 TAHUN 2017 TAHUN 2018 TAHUN 2019 PROYEKSI BASELINE RPJMN 2015-2019 64
KERANGKA BASELINE RPJMN .Disiplin fiskal dan dinamika pembangunan . Resource Envelope Baseline RKP Ruang Gerak Efisiensi dan Efisiensi dan refocusing refocusing Baseline RPJMN 2015 2016 2017 2018 2019 65 65
REVIEW (PENYESUAIAN) BASELINE TAHUNAN (RKP) Review Data RKA KL 2014 Penyiapan Data 1. Data RKA-K/L 2014 2. Data TA 2013 3. Data Dukung Lainnya 1 BASELINE RPJMN 2015-2019 Program, Kegiatan, Output dan Komponen: Berlanjut Tidak Berlanjut Penyempurnaan Output Identifikasi Komponen dan Kelompok Biaya Komponen Rekapitulasi Hasil Review Baseline Alokasi Program, Kegiatan, Output dan Komponen yang berlanjut dan baru; Volume target pada tingkat output; Program, Kegiatan, Output dan Komponen yang tidak berlanjut 2 3 Penghitungan Tahun 20162019 Penghitungan Tahun 2015 Dasar penghitungan: Rentang waktu Program dan Kegiatan; Parameter dan non-parameter yang digunakan; Penghitungan: Alokasi Program merupakan penjumlahan dari alokasi kegiatan Alokasi Kegiatan merupakan penjumlahan dari alokasi Output Alokasi Output merupakan hasil proyeksi berdasarkan volume target. Cara penghitungan Biaya Operasional dan Non-Operasional; Dasar penghitungan: Kebijakan dan Hasil Evaluasi; Parameter dan Non Parameter yang digunakan; Satuan Biaya. Penghitungan: Alokasi Program merupakan penjumlahan dari alokasi kegiatan Alokasi Kegiatan merupakan penjumlahan dari alokasi Output Alokasi Output merupakan penjumlahan dari alokasi komponen; Alokasi Komponen merupakan hasil penghitungan Volume Komponen x Harga Satuan x Inflasi 5 4 66
POTENSI EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI Potensi dapat dikenali dengan: Melihat ketidakberlanjutan Program, Kegiatan, Output dan Komponen; Contoh: – Pelaksanaan pemilu 2014 (KPU, Bawaslu, Polri) – Kegiatan pendukung siklus 5 tahunan (MPR, DPR, DPD, Setneg) – Output cadangan (Hasil optimalisasi DPR) Melihat keterkaitan antara komponen dengan output; Contoh: – Komponen pengadaan kendaraan tidak terkait langsung dengan pencapaian output pembinaan teknis jalan dan jembatan Melihat kelayakan nilai suatu alokasi untuk menghasilkan sebuah output atau menjalankan sebuah kegiatan; Contoh: – Alokasi Biaya Administrasi Keluaran (BAK) lebih besar daripada alokasi Biaya Langsung Keluaran (BLK) Melihat output yang dihasilkan apakah merupakan sesuai dengan kewenangan; Contoh: – Adanya tumpang tindih terhadap suatu output yang dihasilkan oleh K/L dengan kewenangan daerah – Output yang dihasilkan tidak sesuai dengan tusi K/L 67
PENERAPAN SISTEM INSENTIF Review baseline menghasilkan: Baseline baru Efisiensi Hasil efisiensi diperoleh dari Program, Kegiatan, Output dan Komponen yang: Berhenti Kurang efisien Hasil efisiensi dikembalikan (tidak dikurangi) ke Pagu K/L untuk: Memenuhi/menambah target kegiatan prioritas (komponen BLK) Insentif diberikan dengan memperhitungkan hasil efisiensi yang dihasilkan Semakin besar efisiensi yang dihasilkan, maka akan semakin besar pula insentif yang diberikan. Penghitungan inentif yang diberikan mengikuti rumus berikut: 68
HASIL REVIEW BASELINE No Program 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perindustrian 2 Pagu 2014 Pagu 2015 720.319.736 1.152.798.600 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perindustrian 18.193.300 19.913.300 3 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perindustrian 47.585.603 50.875.300 4 Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur 299.400.836 1.439.419.700 5 Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro 268.303.300 420.470.700 6 Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi 386.181.568 566.880.200 7 Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kecil Menengah 452.868.441 676.942.900 8 Program Pengembangan Perwilayahan Industri 93.927.564 633.985.000 9 Program Kerja Sama Industri Internasional 47.786.846 69.701.100 10 Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri 587.688.276 1.108.184.400 2.922.255.470 6.139.171.200 Total 69
BASELINE ANGGARAN DITJEN INDUSTRI AGRO TAHUN 2015 Target Tahun 2015 Kode Program/Kegiatan/Output/Komponen 7 Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro 1833 Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Hasil Hutan dan Perkebunan 003 Standar Nasional Indonesia (SNI) 004 Partisipasi Dit. IHHP dalam sidang dan pameran di Dalam Negeri (DN) maupun Luar Negeri (LN) 005 Rumusan Perencanaan, Evaluasi dan Laporan 006 Pengembangan industri oloekimia dan kemurgi 007 Pengembangan Industri Hasil Hutan dan Perkebunan 1834 Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Minuman dan Tembakau 004 Rumusan Perencanaan, Evaluasi dan Laporan 005 Berkembangnya Industri Pangan 006 Berkembangnya Industri Bahan Penyegar 007 Berkembangnya Industri Minuman Lainnya 008 Standardisasi 009 Partisipasi Dit. Industri MINTEM dalam Kerja Sama dan Pameran di Dalam Negeri dan Luar Negeri 1835 Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan 007 Revitalisasi Permesinan Industri Gula 008 Pengembangan Industri Pangan 009 Pengembangan Industri Pakan 010 Pengembangan Industri Bahan Penyegar 011 Pengembangan Industri Oleofood 012 Standardisasi 013 Promosi dan Kerjasama pada Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan 014 Rumusan Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan 1836 Penyusunan dan Evaluasi Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro 001 Dokumen Perencanaan, Penganggaran, Monitoring, Evaluasi dan Data 002 Rekomendasi Peningkatan Iklim Usaha, Mutu Produk dan Kerjasama industri 003 Laporan Keuangan dan BMN 004 Fasilitasi Kepesertaan dan Pelaksanaan Pembinaan Aparatur 994 Layanan Perkantoran 995 Kendaraan Bermotor 996 Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi 997 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran Jumlah Satuan 12 15 4 2 3 RSNI Partisi Dokumen komoditas komoditas 3 2 3 2 7 8 Dokumen Komoditi Komoditi Komoditi Standard Partisipasi 2 4 1 1 1 8 12 3 Pabrik Gula Komoditi Komoditi Komoditi Komoditi RSNI Partisipasi Dokumen 6 17 4 112 12 3 80 208 Dokumen Rekomendasi Laporan Orang Bulan Layanan Unit Unit Unit Baseline Anggaran Tahun 2015 (Rp juta) 420.470,7 43.868,2 1.034,3 14.840,7 2.142,0 8.816,3 17.035,0 53.631,0 2.933,9 7.927,5 19.110,0 10.804,5 5.977,7 6.877,5 268.086,0 232.795,5 12.715,5 2.047,5 5.302,5 2.520,0 6.982,5 3.150,0 2.572,5 54.885,5 8.400,0 16.980,5 2.887,5 997,5 24.108,0 283,5 808,5 420,070
Proporsi Biaya Administrasi Keluaran dan Biaya Langsung Keluaran 71
TERIMA KASIH Biro Perencanaan Kementerian Perindustrian Gedung Kementerian Perindustrian Lt. 7 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan Telp/Fax : (021) 5255509 ext 4020, 5253278 Website : http://rocana.kemenperin.go.id
3. PERWILAYAHAN INDUSTRI 1) Perwilayahan Industri, penetapan wilayah tertentu berdasarkan kriteria perwilayahan industri, meliputi: a. rencana tata ruang wilayah (mengacu kepada PP 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) b. pendayagunaan potensi sumber daya wilayah secara nasional (potensi sumber daya alam meliputi sumber daya alam tidak terbarukan (minerba dan migas) dan sumber daya alam terbarukan (pertanian, perkebunan, kelautan dan kehutanan) c. peningkatan daya saing Industri berlandaskan keunggulan sumber daya yang dimiliki daerah (ketersediaan infrastruktur berupa jalan, pelabuhan, energi, telekomunikasi; lokasi geografis; dan potensi SDM); dan d. peningkatan nilai tambah sepanjang rantai nilai (keterkaitan hulu-hilir, mengacu kepada definisi “rantai nilai” (value chain) adalah serangkaian urutan kegiatan utama dan kegiatan pendukung yang dilakukan Perusahaan Industri untuk mengubah input (Bahan Baku) menjadi output (barang jadi) yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan/konsumen). 73
3. PERWILAYAHAN INDUSTRI 2) Perwilayahan Industri dilaksanakan melalui: a. pengembangan Wilayah pusat pertumbuhan industri (penetapan WPPI mengacu kepada MP3EI yang dapat diperluas ke daerah lain sesuai dengan kriteria perwilayahan industri) b. pengembangan kawasan peruntukan Industri (penetapan kawasan peruntukan industri mengacu kepada RTRW nasional, propinsi dan kabupaten/kota) c. pembangunan Kawasan Industri (penetapan kriteria dan lokasi kawasan industri 20 tahun kedepan dengan target sebanyak 100 kawasan industri baru). catatan : Jumlah Kawasan Industri eksisting di Korea (300), Malaysia (287), Thailand (27), Filipina (20) kriteria penetapan kawasan industri : – berada di dalam kawasan peruntukan industri – berada dekat dengan pelabuhan laut (maksimal 100 km) baik eksisting maupun rencana – memiliki potensi sumber daya alam meliputi sumber daya alam tidak terbarukan (minerba dan migas) dan sumber daya alam terbarukan (pertanian, perkebunan, kelautan dan kehutanan) – berada di jalur regional propinsi atau kabupaten d. pengembangan sentra Industri kecil dan Industri menengah (keterkaitan sebagai pemasok industri besar, potensi sumber daya alam, potensi SDM, definisi sentra yang terdiri atas lebih dari satu industri yang sejenis, meliputi sentra eksisting maupun baru). 74
4. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI 1. Pembangunan Sumber Daya Manusia 1) Menteri menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri. 2) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaga kerjaan atas usul Menteri. 3) Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima usulan Menteri. 4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan tidak ditetapkan, Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dinyatakan berlaku oleh Menteri sampai dengan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaga kerjaan. 5) Untuk jenis pekerjaan tertentu di bidang Industri, Menteri menetapkan pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia secara wajib. 75
4. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI 2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam 1) Pemanfaatan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan wajib dilakukan oleh: a. Perusahaan Industri pada tahap perancangan produk, perancangan proses produksi, tahap produksi, optimalisasi sisa produk, dan pengelolaan limbah; dan b. Perusahaan Kawasan Industri pada tahap perancangan, pembangunan, dan pengelolaan Kawasan Industri, termasuk pengelolaan limbah. 2) Dalam rangka peningkatan nilai tambah sumber daya alam, Pemerintah mendorong pengembangan Industri pengolahan di dalam negeri. 3) Dalam rangka peningkatan nilai tambah Industri guna pendalaman dan penguatan struktur Industri dalam negeri, Pemerintah dapat melarang atau membatasi ekspor sumber daya alam. 4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk Industri dalam negeri. 76
4. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI 3. Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam pengembangan, peningkatan penguasaan, dan pengoptimalan pemanfaatan Teknologi Industri. Menteri menetapkan kebijakan pemilihan, pengadaan, dan pemanfaatan Teknologi Industri dengan memperhatikan aspek kemandirian, ketahanan Industri, keamanan, dan pelestarian fungsi lingkungan. Pemerintah dapat melakukan pengadaan Teknologi Industri. Pengadaan Teknologi Industri dilakukan melalui penelitian dan pengembangan, kontrak penelitian dan pengembangan, usaha bersama, pengalihan hak melalui lisensi, dan/atau akuisisi teknologi. Dalam keadaan tertentu, Pemerintah dapat melakukan pengadaan Teknologi Industri melalui proyek putar kunci. Penyedia teknologi dalam proyek putar kunci wajib melakukan alih teknologi kepada pihak domestik Pemerintah melakukan penjaminan risiko atas pemanfaatan Teknologi Industri yang dikembangkan di dalam negeri. Untuk pengendalian pemanfaatan Teknologi Industri, Pemerintah: 1) mengatur investasi bidang usaha Industri; dan 2) melakukan audit Teknologi Industri. Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi: 1) kerja sama penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Industri antara Perusahaan Industri dan perguruan tinggi atau lembaga penelitian dan pengembangan Industri dalam negeri dan luar negeri; 2) promosi alih teknologi dari Industri besar, lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, dan/atau lembaga lainnya ke Industri kecil dan Industri menengah; dan/atau 3) lembaga penelitian dan pengembangan dalam negeri dan/atau Perusahaan Industri dalam negeri yang mengembangkan teknologi di bidang Industri. 77
4. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI 4. Pengembangan Dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi 1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat dalam pembangunan Industri. 2) Dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan: a. b. c. d. penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi; pengembangan sentra Industri kreatif; pelatihan teknologi dan desain; konsultasi, bimbingan, advokasi, dan fasilitasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya bagi Industri kecil; dan e. fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif di dalam dan luar negeri. 78
4. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI 5. Penyediaan Sumber Pembiayaan 1) Pemerintah memfasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan Industri. 2) Pembiayaan dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan usaha, dan/atau orang perseorangan. 3) Pembiayaan yang berasal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah hanya dapat diberikan kepada Perusahaan Industri yang berbentuk badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. 4) Pembiayaan diberikan dalam bentuk: a. pemberian pinjaman; b. hibah; dan/atau c. penyertaan modal. 5) Pemerintah dapat mengalokasikan pembiayaan dan/atau memberikan kemudahan pembiayaan kepada Perusahaan Industri swasta. 6) Pengalokasian pembiayaan dan/atau pemberian kemudahan dilakukan dalam bentuk: 1) penyertaan modal; 2) pemberian pinjaman; 3) keringanan bunga pinjaman; 4) potongan harga pembelian mesin dan peralatan; dan/atau 5) bantuan mesin dan peralatan. 7) Pengalokasian pembiayaan dan/atau pemberian kemudahan pembiayaan kepada Perusahaan Industri swasta sebagaimana dimaksud pada poin 6 huruf a dan huruf b dapat dilakukan dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional. 8) Pengalokasian pembiayaan dan/atau pemberian kemudahan pembiayaan kepada Perusahaan Industri swasta sebagaimana dimaksud dalam poin 6 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam rangka peningkatan daya saing Industri dalam negeri dan/atau pembangunan Industri pionir. 9) Dalam rangka pembiayaan kegiatan Industri, dapat dibentuk lembaga pembiayaan pembangunan Industri. 10) Lembaga pembiayaan pembangunan Industri berfungsi sebagai lembaga pembiayaan investasi di bidang Industri. 11) Pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Undang-Undang. 79
5. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI 1. Standardisasi Industri 1) 2) 3) 4) 5) 6) Menteri melakukan perencanaan, pembi naan, pengembangan, dan pengawasan Standardisasi Industri. Standardisasi Industri diselenggarakan dalam wujud SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara. Menteri dapat menetapkan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib. Penetapan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib dilakukan untuk: a. keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan; b. pelestarian fungsi lingkungan hidup; c. persaingan usaha yang sehat; d. peningkatan daya saing; dan/atau e. peningkatan efisiensi dan kinerja Industri. Menteri berkoordinasi dengan menteri terkait menarik setiap barang yang beredar dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib. Menteri mengawasi pelaksanaan selu ruh rangkaian penerapan SNI dan pemberlakuan SNI, spe sifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib. Yang dimaksud dengan “seluruh rangkaian” adalah kegiatan pengawasan di pabrik dan koordinasi pengawasan di pasar dengan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian terkait 80
5. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI 2. Infrastruktur Industri 1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah men jamin tersedianya infrastruktur Industri. 2) Infrastruktur Industri paling sedikit meliputi: a. lahan Industri berupa Kawasan Industri dan/atau kawasan peruntukan Industri; b. fasilitas jaringan energi dan kelistrikan; c. fasilitas jaringan telekomunikasi; d. fasilitas jaringan sumber daya air; e. fasilitas sanitasi; dan f. fasilitas jaringan transportasi. 3) Penyediaan infrastruktur Industri dilakukan melalui: a. pengadaan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang pembia yaan nya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; b. pola kerja sama antara Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan swasta, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dan swasta; atau c. pengadaan yang dibiayai sepenuhnya oleh swasta. 4) Untuk mendukung kegiatan Industri yang efisien dan efektif di wilayah pusat pertumbuhan Industri dibangun Kawasan Industri sebagai infrastruktur Industri yang harus berada pada kawasan peruntukan Industri sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. 5) Pembangunan Kawasan Industri dilaku kan oleh badan usaha swasta, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau koperasi. 6) Dalam hal tertentu, Pemerintah mem pra karsai pembangunan Kawasan Industri. 81
5. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI 3. Sistem Informasi Industri Nasional 1) Setiap Perusahaan Industri wajib menyampaikan Data Industri yang akurat, lengkap, dan tepat waktu secara berkala kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota 2) Data Industri disampaikan melalui Sistem Informasi Industri Nasional 3) Setiap Perusahaan Kawasan Industri wajib menyampaikan Data Kawasan Industri yang akurat, lengkap, dan tepat waktu secara berkala kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota. 4) Data Kawasan Industri disampaikan melalui Sistem Informasi Industri Nasional. 5) Berdasarkan permintaan Menteri, Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri wajib memberikan data selain Data Industri dan Data Kawasan Industri yang terkait dengan: 1) data tambahan; 2) klarifikasi data; dan/atau 3) kejadian luar biasa di Perusahaan Industri atau Perusahaan Kawasan Industri. 6) Menteri mengadakan data mengenai perkembangan dan peluang pasar serta perkembangan Teknologi Industri. 7) Pengadaan data sebagaimana dilakukan paling sedikit melalui: 1) sensus, pendataan, atau survei; 2) tukar menukar data; 3) kerja sama teknik; 4) pembelian; dan 5) intelijen Industri. 8) Menteri membangun dan mengembangkan Sistem Informasi Industri Nasional. 9) Sistem Informasi Industri Nasional paling sedikit memuat: 1) Data Industri; 2) Data Kawasan Industri; 3) Data perkembangan dan peluang pasar; dan 4) Data perkembangan Teknologi Industri. 82
6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI 1. Industri Kecil dan Industri Menengah 1) 2) a. b. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pembangunan dan pemberdayaan Industri kecil dan Industri menengah untuk mewujudkan Industri kecil dan Industri menengah yang: a. berdaya saing; b. berperan signifikan dalam penguatan struktur Industri nasional; c. berperan dalam pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja; dan d. menghasilkan barang dan/atau Jasa Industri untuk diekspor. Untuk mewujudkan Industri kecil dan Industri menengah dilakukan: a. perumusan kebijakan; b. penguatan kapasitas kelembagaan; dan c. pemberian fasilitas. Dalam rangka merumuskan kebijakan, Menteri menetapkan prioritas pengembangan Industri kecil dan Industri menengah dengan mengacu paling sedikit kepada: 1) sumber daya Industri daerah; 2) penguatan dan pendalaman struktur Industri nasional; dan 3) perkembangan ekonomi nasional dan global. Penguatan kapasitas kelembagaan paling sedikit dilakukan melalui: a. peningkatan kemampuan sentra, unit pelayanan teknis, tenaga penyuluh lapangan, serta konsultan Industri kecil dan Industri menengah; dan b. kerja sama dengan lembaga pendidikan, lembaga penelitian dan pengembangan, serta asosiasi Industri dan asosiasi profesi terkait. 83
6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI 1. Industri Kecil dan Industri Menengah 5) Pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf c diberikan dalam bentuk: a. peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan sertifikasi kompetensi; b. bantuan dan bimbingan teknis; c. bantuan Bahan Baku dan bahan penolong; d. bantuan mesin atau peralatan; e. pengembangan produk; f. bantuan pencegahan pencemaran lingkungan hidup untuk mewujudkan Industri Hijau; g. bantuan informasi pasar, promosi, dan pemasaran; h. akses pembiayaan, termasuk mengusahakan penyediaan modal awal bagi wirausaha baru; i. penyediaan Kawasan Industri untuk Industri kecil dan Industri menengah yang berpotensi mencemari lingkungan; dan/atau j. pengembangan, penguatan keterkaitan, dan hubungan kemitraan antara Industri kecil dengan Industri menengah, Industri kecil dengan Industri besar, dan Industri menengah dengan Industri besar, serta Industri kecil dan Industri menengah dengan sektor ekonomi lainnya dengan prinsip saling menguntungkan. 84
6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI 2. Industri Hijau 1) 2) 3) 4) a. Untuk mewujudkan Industri Hijau, Pemerintah melakukan: a. perumusan kebijakan; b. penguatan kapasitas kelembagaan; c. Standardisasi; dan d. pemberian fasilitas Penguatan kapasitas kelembagaan dilakukan dengan peningkatan kemampuan dalam: a. penelitian dan pengembangan; b. pengujian; c. sertifikasi; dan d. promosi. Dalam melakukan Standardisasi, Menteri menyusun dan menetapkan standar Industri Hijau. Standar Industri Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan mengenai: a. Bahan Baku, bahan penolong, dan energi; b. proses produksi; c. produk; d. manajemen pengusahaan; dan e. pengelolaan limbah. Penyusunan standar Industri Hijau dilakukan dengan: 1) memperhatikan sistem Standardisasi nasional dan/atau sistem standar lain yang berlaku; dan 2) berkoordinasi dengan kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup, bidang riset dan teknologi, bidang Standardisasi, serta berkoordinasi dengan asosiasi 85
6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI 2. Industri Hijau 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) Penerapan standar Industri Hijau secara bertahap dapat diberlakukan secara wajib. Perusahaan Industri wajib memenuhi ketentuan standar Industri Hijau yang telah diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Perusahaan Industri yang tidak memenuhi ketentuan standar Industri Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa: 6) peringatan tertulis; 7) denda administratif; 8) penutupan sementara; 9) pembekuan izin usaha Industri; dan/atau 10) pencabutan izin usaha Industri. Perusahaan Industri dikategorikan sebagai Industri Hijau apabila telah memenuhi standar Industri Hijau Perusahaan Industri yang telah memenuhi standar Industri Hijau diberikan sertifikat Industri Hijau. Sertifikasi Industri Hijau dilakukan oleh lembaga sertifikasi Industri Hijau yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri. Dalam hal belum terdapat lembaga sertifikasi Industri Hijau yang terakreditasi, Menteri dapat membentuk lembaga sertifikasi Industri Hijau. Untuk mewujudkan Industri Hijau, Perusahaan Industri secara bertahap: a. membangun komitmen bersama dan menyusun kebijakan perusahaan untuk pembangunan Industri Hijau; b. menerapkan kebijakan pembangunan Industri Hijau; c. menerapkan sistem manajemen ramah lingkungan; dan d. mengembangkan jaringan bisnis dalam rangka memperoleh Bahan Baku, bahan penolong, dan teknologi ramah lingkungan. 86
6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI 3. Industri Strategis 1) Industri Strategis dikuasai oleh negara. 2) Industri Strategis terdiri atas Industri yang: a. memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak; b. meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis; dan/atau c. mempunyai kaitan dengan kepen tingan pertahanan serta keamanan Negara. 3) Penguasaan Industri Strategis oleh negara dilakukan melalui: a. pengaturan kepemilikan; b. penetapan kebijakan; c. pengaturan perizinan; d. pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan e. pengawasan. 4. Pengaturan kepemilikan Industri Strategis dilakukan melalui: a. penyertaan modal seluruhnya oleh Pemerintah; b. pembentukan usaha patungan antara Pemerintah dan swasta; atau c. pembatasan kepemilikan oleh penanam modal asing. 87
6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI 3. Industri Strategis 5) Penetapan kebijakan Industri Strategis paling sedikit meliputi: a. penetapan jenis Industri strategis; b. pemberian fasilitas; dan c. pemberian kompensasi kerugian. 6) Izin usaha Industri Strategis diberikan oleh Menteri. 7) Pengaturan produksi, distribusi, dan harga dilakukan paling sedikit dengan menetapkan jumlah produksi, distribusi, dan harga produk. 8) Pengawasan meliputi penetapan Industri Strategis sebagai objek vital nasional dan pengawasan distribusi. 9) Ketentuan lebih lanjut mengenai Industri Strategis diatur dengan Peraturan Pemerintah. 88
6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI 4. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri 1) 2) a. b. c. d. e. 1) 2) 3) Untuk pemberdayaan Industri dalam negeri, Pemerintah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Produk dalam negeri wajib digunakan oleh: a. lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan satuan kerja perangkat daerah dalam pengadaan barang/jasa apabila sumber pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, termasuk pinjaman atau hibah dari dalam negeri atau luar negeri; dan b. badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta dalam pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah dan/atau pekerjaan-nya dilakukan melalui pola kerja sama antara Pemerintah dengan badan usaha swasta dan/atau mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara. Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dilakukan sesuai besaran komponen dalam negeri pada setiap barang/jasa yang ditunjukkan dengan nilai tingkat komponen dalam negeri. Ketentuan dan tata cara penghitungan tingkat komponen dalam negeri merujuk pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. Tingkat komponen dalam negeri mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh Menteri. Menteri dapat menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri pada Industri tertentu. Dalam rangka penggunaan produk dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan fasilitas paling sedikit berupa: preferensi harga dan kemudahan administrasi dalam pengadaan barang/jasa; dan sertifikasi tingkat komponen dalam negeri. Pemerintah mendorong badan usaha swasta dan masyarakat untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. 89
6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI 5. Kerja Sama Internasional di Bidang Industri 1) 2) 3. a. Dalam rangka pengembangan Industri, Pemerintah melakukan kerja sama internasional di bidang Industri. Kerja sama internasional di bidang Industri ditujukan untuk: a. pembukaan akses dan pengembangan pasar internasional; b. pembukaan akses pada sumber daya Industri; c. pemanfaatan jaringan rantai suplai global sebagai sumber peningkatan produktivitas Industri; dan d. peningkatan investasi. Dalam melakukan kerja sama internasional di bidang Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat: a. menyusun rencana strategis; b. menetapkan langkah penyelamatan Industri; dan/atau c. memberikan fasilitas. Pemberian fasilitas kerja sama internasional di bidang Industri sebagaimana poin 3 huruf c paling sedikit meliputi: 1) bimbingan, konsultasi, dan advokasi; 2) bantuan negosiasi; 3) promosi Industri; dan 4) kemudahan arus barang dan jasa. 90
6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI 5. Kerja Sama Internasional di Bidang Industri 5) 6) 7) 8) 9) Dalam meningkatkan kerja sama internasional di bidang Industri, Pemerintah dapat menempatkan pejabat Perindustrian di luar negeri. Penempatan pejabat Perindustrian di luar negeri dilakukan berdasarkan kebutuhan untuk meningkatkan ketahanan Industri dalam negeri. Dalam hal belum terdapat pejabat Perindustrian, Pemerintah dapat menugaskan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk meningkatkan kerja sama internasional di bidang Industri. Pejabat Perindustrian dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri. Pemerintah dapat membina, mengembangkan, dan mengawasi kerja sama internasional di bidang Industri yang dilakukan oleh badan usaha, organisasi masyarakat, atau warga negara Indonesia 91